Parahnya efek dari gawai atau gadget membuat generasi Z dan Alpha memiliki emosi yang tidak stabil. Bahkan cenderung sulit mengambil keputusan dan memiliki mentalitas yang lemah. Mereka pun kadang sulit berinteraksi dengan orang di sekitarnya. Selain itu mereka juga sering tidak bisa mengungkapkan keinginannya dan tidak bisa bekerja sama serta sulit mengalah. “Salah satu solusinya adalah dengan mengurangi ketergantungan mereka terhadap ‘gadget’. Hanya saja para orang tua kadang tidak tahu apa solusinya. Ternyata ada solusinya yaitu dengan ‘board game’ atau permainan papan,” kata Pelaksana Kurikulum Main Mind Studio dan Edukasi, Hendro Prayitno, saat diwawancarai di SDK 2 Bina Bakti Program Matius, di Jalan Bima, Kota Bandung, Rabu 22 Januari 2025.
Menurut Hendro, board game ini bisa melatih mentalitas dari Gen Z dan Gen Alpha tersebut. Ini karena dalam board game ada interaksi secara langsung dengan orang sekitarnya. “Baik itu bekerjasama, bersabar, mengambil resiko hingga belajar ‘management’. Bahkan ada juga belajar menghitung hingga belajar politik melalui ‘board game’ ini,” katanya. Kini kata dia, board game sudah sangat banyak beredar di masyarakat. Jumlahnya pun ribuan dan menjadi komoditas yang menjanjikan. Termasuk banyaknya ‘board game’ lokal yang bervariatif. “Kendala utama berkembangnya ‘board game’ adalah harganya yang mahal. Harganya bahkan minimal Rp 300 ribu hingga ada yang harganya mencapai Rp 2 juta atau lebih. Ini biasanya yang keluaran luar negeri yah, apalagi kalau misalnya ada lisensinya. Semisal tokoh-tokoh Disney dan Starwars,” katanya.
Namun ternyata kini ‘board game’ lokal pun mulai berkembang. “Misalnya ‘board game’ tentang memilah sampah yang kami kembangkan. Di board game tersebut, para pemainnya berlomba-lomba untuk memisahkan sampah dalam bentuk kartu-kartu kecil,” katanya. Sampah-sampah ini kata dia, dibagi menjadi beberapa bagian. Semisal sampah organik, non organik, besi, kaca hingga sampah yang merupakan limbah B3. “Nantinya sampah tersebut dicoba untuk didaur ulang ke produk-produk baru ramah lingkungan. Siapa paling banyak mengubah dia yang menang,” katanya.
Ada pula ‘board game’ lokal lainnya hasil kerjasama dengan universitas-universitas. Seperti ‘board game’ hemat air. “‘Board game’ ini dibuat oleh Telkom University, di sini para pemainnya berlomba-lomba, menghemat air dengan syarat dan ketentuannya,” katanya. Selain itu ada pula ‘Sabakota’. ‘Board game’ ini cukup unik karena mengajarkan pemainnya untuk bertransportasi di Kota Bandung. “Mereka yang bermain diminta untuk menuju tujuan-tujuan bersejarah di Kota Bandung, namun dengan alat transportasi seefektif mungkin. Bisa menggunakan angkot, bus atau kendaraan lainnya,” katanya.
Secara umum kata Hendra, tujuan dari ‘board game’ ini adalah untuk memunculkan tiga hal. “Pertama ‘self awareness’, ‘thinking skill’, dan ‘self improvement’. Sedangkan jika dibagi ‘board game’ ini terbagi tiga.
“Pertama ‘traditional board game’ semisal congklak, lalu ‘classic board game’ semisal gaple, remy, catur. Terakhir ada ‘modern board game’ seperti permainan-permainan tadi disebutkan,” ucapnya. Pada waktu dekat pun, Hendra juga sedang mengembangkan ‘board game’ tentang hantu-hantu di Indonesia. Seperti adanya pocong, kuntilanak. “Tapi ini tujuannya untuk melatih interaksi dan hiburan semata. Ini juga penting agar para pemainnya bisa tertawa,” katanya.
Selain itu kata dia, dia pun kini berusaha bekerjasama dengan bidang pariwisata di pemerintah-pemerintah daerah. “Jadi nanti ke depan diharapkan ‘board game’ jadi buah tangan dari daerah wisata. Misalnya ada ‘board game’ tentang Pantai Raja Ampat, atau bahkan tentang Pantai Pangandaran. Isinya jelas yaitu memperkenalkan pantai tersebut dalam bentuk permainan,” katanya.
Pembantu Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SDK 2 Bina Bakti Program Matius, Arlene Natalia menyampaikan, dengan mengikuti ekstra kurikuler ‘board game’. Para siswa di SDK 2 Bina Bakti Program Matius memiliki perubahan. “Terutama dalam cara mereka memecahkan masalah. Salah satunya seperti memecahkan masalah dalam soal-soal cerita di matematika. Mereka pun jadi mudah bercerita dengan mengikuti kegiatan ekskul ini,” katanya. Selain itu kata Arlene para siswa yang ikut ekskul ini juga terlatih untuk mengontrol emosinya. “Namun karena ini belum selesai semesternya, kita belum mendapatkan hasil yang utuh apakah berimbas pada nilai pelajarannya,” katanya.
Oleh karena itu kata dia, diharapkan dengan ‘board game’ di ekskul sekolah tersebut bisa berdampak langsung terhadap nilai rapot dari para siswa ini. “Meskipun jika dilihat dari hasil sementara, siswa-siswa ini banyak perubahan dibanding sebelum mengikuti ekskul tersebut,” katanya.***
Mainmind
Studio and Education
Jl. Cihampelas No.64 B
Jawa Barat Indonesia
Follow Main Mind
Ingin bertanya atau berdiskusi langsung, silahkan kontak kami atau kunjungi Studio Mainmind
Studio Mainmind buka dari jam 09.00–16.00 WIB (Hari Minggu tutup, kecuali ada acara)
Contact 0898 8896 677
mainmindstudio@gmail.com
©2024. Mainmind. All Rights Reserved.